laporan praktikum akustik dan telemetri kelautan : TARGET STRENGTH

LAPORAN PRAKTIKUM AKUSTIK DAN TELEMETRI KELAUTAN


Description: logo unsoed.jpg










Oleh :
Nama                  :           Rois Ferdinansyah
NIM                    :           H1K014024





PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang belum tereksploitasi secara optimal, meskipun telah dilakukan berbagai penerapan metode penangkapan, penggunaan bermacam jenis alat penangkapan maupun modifikasi pada alat tangkap. Hal ini disebabkan karena proses penangkapan tidak didukung oleh ketersediaan informasi  tentang  daerah penangkapan dan tentang sumberdaya ikan itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memperoleh informasi tersebut yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan metode akustik.
            Metode akustik merupakan metode yang menggunakan gelombang suara dan perambatannva untuk mendeteksi  obvek atau target dalam suatu medium. Metode akustik ini dapat memberikan informasi yang detail tentang densitas, distribusi kedalaman renang, ukuran panjang ikan dan variasi migrasi diurnal (Susandi, 2004). Menurut Hodges (2010), istilah "akustik" mengacu pada gelombang suara yang bergerak dalam berbagai media. Gelombang akustik datang dalam dua jenis: longitudinal atau kompresi dan transversal atau bergeser. Di dalam air, hanya hanya gelombang longitudinal atau kompresi saja yang didukung karena air memiliki kekuatan bergeser yang lemah.
            Instrumen akustik sekarang ini telah berkembang dengan pesat sehingga dapat menghitung target strength ikan melalui pengukuran secara langsung melalui berbagai percobaan - percobaan khususnya echosounder bim ganda (dual beam) dan bim terbagi (split beam), kedua instrumen ini juga telah digunakan untuk estimasi kelimpahan melalui echo integration. Data yang diperoleh sistem hidroakustik pada umumnya berupa echogram yang merupakan nilai estimasi Target Strength, Scattering Volume dan batimetri.

1.2 Tujuan
1.      Mengenal alat yang bekerja berdasarkan gelombang akustik
2.      Mengetahui bagian-bagian alat echosounder
3.      Mengetahui sistem kerja echosounder
4.      Melakukan pengamatan parameter oseanografi
5.      Menghitung Target Strength beberapa jenis spesies ikan
1.3 Kegunaan
1.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami alat dan instrument yang bekerja berdasarkan gelombang akustik
2.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami bagian-bagian dan sistem kerja dari echosounder dan menggunakannya untuk mengukur target strength




BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Pengertian Akustik
Akustik kelautan merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini mediumnya adalah air laut (Allo, 2008). Menurut Budiarto (2001), dalam akustik, proses pembentukan gelombang suara dan sifat-sifat perambatannya serta proses-proses selanjutnya dibatasi oleh air. Untuk memperoleh informasi tentang objek-objek bawah air digunakan suatu sistem sonar yang terdiri dari dua sistem yaitu active sonar system yang digunakan untuk mendeteksi dan meneliti target-target bawah air dan passive sonar system yang hanya digunakan untuk menerima suara-suara yang dihasilkan oleh objek-objek bawah air.
Dalam perambatannya, akustik mengenal adanya transmission loss akibat adanya absorpsi dari medium, adanya kehilangan akibat penyebaran (spreading) di dalam medium air, impedansi akustik yang mempengaruhi nilai backscattering strength, ukuran butir dan sifat-sifat sedimen terhadap sifat-sifat akustik. (Noorjayantie, 2009). Selain itu, gangguan juga bisa terjadi dalam menjalankan metode akustik yang disebut dengan noise, yaitu sinyal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi karena faktor fisik, biologi, dan artifisial (Allo, 2008).
Akan tetapi pada dasarnya teknologi akustik bawah air merupakan metode yang sangat efektif dan berguna untuk eksploitasi kelautan perikanan. Teknologi akustik ini terdiri dari pengukuran, analisis, dan interpretasi karakteristik sigma refleksi atau scattering dari objek yang dikenai (Manik, 2006). Arnaya (1990) dalam Hermawan (2002) mengatakan bahwa metode akustik memiliki beberapa kelebihan, yaitu: berkecapatan tinggi, estimasi stok ikan secara langsung, memungkinkan memperoleh dan memproses data secara real time, akurasi ketepatan tinggi, tidak merusak karena frekuensi yang digunakan tidak membehayakan si pemakai alat ataupun target.

2.2 Ecosounder
http://2.imimg.com/data2/XA/GG/IMFCP-2532745/echo_sounder-218133828_large-250x250.jpg
Gambar 1. Echosounder
            Echosounder adalah alat untuk mengukur kedalaman air dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke dasar air dan dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air (Parkinson, B.W., 1996). Jarak dasar laut dapat diketahui dengan rumus:
Jarak = (1/2) x Kecepatan suara x Waktu Echo
            Echosounder dilengkapi dengan proyektor untuk menghasilkan gelombang akustik yang akan di masukan ke dalam air laut. Sonar bathymetric memerlukan proyektor yang dapat menghasilkan berulang-ulang kali pulsa akustik yang dapat dikontrol. Kegunaan dasar Echosounder adalah untuk mengukur kedalaman suatu perairan dengan mengirimkan gelombang dari permukaan ke dasar dan dicatat waktunya hingga Echo kembali dari dasar (Burdic, 1991).
Echosounder terdiri dari 2 macam yaitu :
a.         Single-Beam Echosounder
Single-beam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan pengiriman sinyal gelombang suara. Komponen dari single-beam terdiri dari transciever (transducer atau receiver) terpasang pada lambung kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transciever mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara) menyusuri bagian bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever. Transciever terdiri dari sebuah transmiter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan.
·         Transmiter ini menerima secara berulang-ulang dalam kecepatan yang tinggi sampai pada orde kecepatan milisekon.
·         Range frekuensi single-beam echosounder relatif mudah untuk digunakan, tetapi hanya menyediakan informasi kedalam sepanjang garis trak yang dilalui oleh kapal (Urick , 1983).
b.         Multi-Beam Echosounder
Multi-Beam Echosounder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum adalah berdasar pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setelah itu energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bad), beberapa pancaran suara (beam) secara elektronis terbentuk menggunakan teknik pemrosesan sinyal sehingga diketahui sudut beam. Multi beam echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi (0,1 m akurasi vertikal dan krang dari 1 m akurasi horizontalnya) (Urick, 1983).
2.3 Target Strength
            Target Strength (TS) merupakan ukuran desibel intensitas suara yang dikembalikan oleh target, diukur dari jarak standar satu meter dari pusat akustik target, relatif terhadap intensitas suara yang mengenai target (Ehrenberg,1984). Johanesson dan Mitson (1963) dalam Purnama, mengatakan adanya hubungan antara target strength dan ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan maka semakin besar pula nilai target strength-nya. Nilai TS individu ikan tergantung pada orientasi ikan terhadap transducer, keberadaan gelembung renang, sudut datang pulsa, accoustic impendance, ukuran, bentuk, dan elemen ikan (daging, tulang, kekenyalan kulit serta distribusi sirip dan ekor). Ketergantungan TS pada faktor-faktor tersebut dinamakan dengan general trends.
            Secara akustik, ikan dan organisme laut dapat digolongkan menjadi dua yaitu bergelembung renang (Bladder fish) dan tidak bergelembung renang (Bladderless fish). Bladder fish memiliki resonance region yang nilainya tergantung dari kedalaman ikan yang bersangkutan sedangkan Bladderless fish tidak mempunyai resonance region. Gelembung renang membentuk sudut terhadap linear literalis ikan sebesar 2.2º-10º.
            Dalam pendugaan stok ikan dengan metode akustik, faktor terpenting yang harus diketahui adalah Target Strength. Target Strength (TS) Target strength adalah kekuatan dari suatu target untuk memantulkan suara. Dengan mengetahui nilai dan karakteristik target strength, maka informasi yang dibutuhkan dalam pendugaan stok ikan seperti jenis ukuran, jumlah dan kelimpahan sumberdaya ikan dapat diketahui.  
            Sedangkan menurut Johannesson dan Mitson, 1983 menyatakan bahwa Target Strength (TS) merupakankekuatan dari suatu target untuk memantulkan suara dan memiliki hubungan yang erat dengan ukuran ikan, dimana terdapat suatu kecenderungan semakin besar ukuran ikan maka semakin besar TS yang didapat. Target Strength didefinisikan juga sebagai sepuluh kali nilai logaritma dari intensitas yang mengenai ikan (Ii).
Berikut ini adalah formulasi dari TS
TS    =    10log(Ir/ Ii)
keterangan
TSi       : intensitas Target strength
Ir          : Intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 meter dari target
Ii          : Intensitas suara yang mengenai lkan dan berdasarkan energy, target Strength diformulasikan sebagai berikut :

TSe = 10log(Er/ Ei)
keterangan
TSi       : Energi Target strength
Ir          : Energi suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 meter dari target
Ii          : Energi suara yang mengenai lkan
            Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai target strength adalah ukuran ikan. Untuk spesies ikan yang sama, pada.umumnya makin besar ukuran ikan maka makin besar nilai target strength-nya.



BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat
            Alat yang digunakan pada praktikum identifikasi karakter fisik, substrat perairan dan pengukuran target strength menggunakan alat alat tulis, alat ukur panjang, echosounder, wadah/drum tempat ikan target, eckman grabb, dan fish finder.
3.2 Bahan
            Bahan yang digunakan pada praktikum identifikasi karakter fisik, substrat perairan dan pengukuran target strength menggunakan ikan lele sebanyak 20 ekor.
3.3 Skema Kerja


 







BAB IV
WAKTU DAN TEMPAT

            Praktikum akustik dan telemetri kelautan Identifikasi Identifikasi Karakter Fisik, Substrat Perairan dan Pengukuran Target Strength dilaksanakan di ruang Anjungan Kapal (Bridge) Akademi Maritim Nusantara Cilacap pada hari Jum’at, 11 Desember 2015 pada pukul 07.30 sampai 16.00 WIB.


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1    Hasil
Panjang Ikan
Ukuran Kecil
 24.4
24.7
25
25.1
25.3
25.5
25.7
25.9
26.4
26.5
25.45
Tabel 1. Data pengukuran panjang ikan kecil
Panjang Ikan
Ukuran Besar
27
27.1
27.3
27.7
28.1
28.2
28.3
28.3
28.4
28.8
27.92
Tabel 2. Data perhitungan panjang ikan berukuran besar
Hasil Perhitungan Target Strength Ikan Ukuran Kecil
TS        = 19,1 Log 25,45 - 0,9(50) - 62,0
            = 19,1 x 1,40 – 45 – 62,0
            = 26,74 – 45 – 62,0
            = -80,26
TS        = 19,1 Log 25,45 – 0,9(100) – 62,0
            = 19,1 x 1,40 – 90 – 62,0
            = 26,74 – 90 – 62,0
            = -125,26
TS        = 19,1 Log 25,45 – 0,9(150) – 62,0
            = 19,1 x 1,40 – 135 – 62,0
            = 26,74 – 135 – 62,0
            = -170,26
TS        = 19,1 Log 25,45 – 0,9(200) – 62,0
            = 19,1 x 1,40 – 180 – 62,0
            = 26,74 – 180 - 62,0
            = -215,26
Hasil Perhitungan Target Strength Ikan Ukuran Besar
TS        = 19,1 Log 27,92 – 0,9(50) – 62,0
            = 19,1 x 1,45 – 45 – 62,0
            = 27,695 – 45 – 62,0
            = -79,305
TS        = 19,1 Log 27,92 – 0,9(100) – 62,0
            = 19,1 x 1,45 – 90 – 62,0
            = 27,695 – 90 – 62,0
            = -124,305
TS        = 19,1 Log 27,92 – 0,9(150) – 62,0
            = 19,1 x 1,45 – 135 - 62,0
            = 27,695 – 135 – 62,0
            = -169,305

TS        = 19,1 Log 27,92 – 0,9(200) – 62,0
            = 19,1 x 1,45 – 180 - 62,0
            = 27,695 – 180 – 62,0
            = -214,305


5.2    Pembahasan
5.2.1        Echosounder
             Echosounder adalah alat untuk mengukur kedalaman air dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke dasar air dan dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air (Parkinson, B.W., 1996).
            Echosounder bekerja berdasarkan prinsip perambatan dan pemantulan bunyi dalam medium air. Echosounder dilengkapi dengan proyektor untuk menghasilkan gelombang akustik yang akan di masukan ke dalam air laut. Sonar bathymetric memerlukan proyektor yang dapat menghasilkan berulang-ulang kali pulsa akustik yang dapat dikontrol (MacLennan dan Simmonds, 1992).
            Untuk pengukuran kedalaman, digunakan echosounder atau perum gema yang pertama kali dikembangkan di Jerman pada tahun 1920. Alat ini dapat dipakai untuk menghasilkan profil kedalaman yang kontinyu sepanjang jalur perum dengan ketelitian yang cukup baik. Ada dua cara yang dapat ditempuh untuk mengukur kedalaman laut yaitu dengan menggunakan teknik bandul timah hitam (dradloading) dan teknik Gema duga atau EchoSounder atau Echoloading (Waldopo, 2008).
            Pada awalnya, echosounder lebih banyak digunakan untuk mengetahui kedalaman perairan. Namun karena karakteristik dan prinsip dasarnya yang mampu menentukan letak suatu benda di bawah air, maka echosounder juga digunakan di bidang perikananuntuk menentkan lokasi ikan. Cara kerja echosounder ini mirip dengan kelelawar, dimana echosounder memancarkan gelombang suara dengan frekuensi tertentu dan menangkap gelombang pantulan (echo) dari benda/medium.

Bagian-bagian echosounder :
1.  Transmiter
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqakL_sLA3ku_ZZfiMqiojOGSlkebMWCyLlaDT9k4udH_S86AKB2BRBEYADfZI11HXci8F19s0uBmSnZoY5LfT0Z9U1vHCMGw0n_rP5pZXisNjuK9DokWWtXN9yek8ZLOxZMhpqNigBmE/s320/Echo-Sounder-liquid-level-transmitter.png
Gambar 2. Transmitter
            Transmitter menghasilkan listrik dengan frekuensi tertentu, kemudian disalurkan ke transduser. Tetapi suatu perintah dari kotak pemicu pulsa pada recorder akan memberitahukan kapan pembentuk pulsa bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator kemudian diperkuat oleh power amplifier, sebelum pulsa tersebut disalurkan ke transducer (Manik, 2009).
            Transmitter berfungsi menghasilkan pulsa yang akan dipancarkan. Suatu perintah dari kotak pemicu pulsa pada recorder akan memberitahukan kapan pembentuk pulsa bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator kemudian diperkuat oleh power amplifier, sebelum pulsa tersebut disalurkan ke transducer (FAO, 1983).
            Transmitter juga berfungsi untuk mentransmisikan sinyal dari alat ke transducer, yang kemudian akan dipancarkan. Di dalam transmitter inilah energi listrik diperkuat beberapa kali sebelum disalurkan ke transducer. Jadi selain berperan sebagai penghubung, transmitter juga berperan sebagai penguat pulsa listrik.
2.  Transducer
http://www.cruzpro.com/thd5w_cable.jpg
Gambar 3. Transducer
            Menurut Deo (2007), alat perum gema menggunakan prinsip pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari transduserTransduser adalah bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik dan sebaliknya. Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air dengan cepat rambat yang relatif diketahui atau dapat diprediksi hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ke transduser.
Alur perum gema menggunakan prinsip pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari transduser. Transduser adalah bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk membangkitkan gelombang suara) dan sebaliknya. Gelombang akustik tersebut merambat pada medium air dengan cepat rampat yang relatif diketahui atau dapat diprediksi hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali ketransduser. Perum gema menghitung selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan diterima kembali (Poerbandono, 2005).
            Dengan kata lain, transducer berperan sebagai penghasil sekaligus pemancar gelombang suara ke dalam medium (air laut). Gelombang tersebut diperoleh dengan mengubah energi listrik yang diperoleh dari transmitter. Pada kapal, transducer ini dipasang di bagian lambung kapal secara tegak lurus dari permukaan air dan menghadap ke arah dasar.
3.  Receiver
http://www.lsgi.polyu.edu.hk/_images/about-us/lab-hydrographic-03.jpg
Gambar 4. Receiver
            Receiver adalah alat untuk menguatkan sinyal listrik yang lemah dari transducer saat gema (echo) terjadi sebelum dialirkan ke recorder. Penguatan ini dilakukan pada receiver dan jumlah penguatan dapat dibedakan oleh sensivitas (kepekaan) atau volume control. Receiver berfungsi menerima pulsa dari objek dan display atau recorder sebagai pencatat hasil echo. Sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh transducer setelah echo diterima harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum disalurkan ke recorder. Selama penerimaan berlangsung keempat bagian transducer menerima echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh transducer terletak dari pusat beam suara dan echo dari target akan dikembalikan dan diterima oleh keempat bagian transducer pada waktu yang bersamaan (Imron, 1997).
            Split beam echosounder modern memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG) di dalam sistem perolehan data akustik. TVG berfungsi secara otomatis untuk mengeliminir pengaruh attenuasi yang disebabkan oleh geometrical sphreading dan absorpsi suara ketika merambat di dalam air (FAO,1983). Receiver memisahkan dan mendeteksi dan memperkuat energy yang diterima dari sasaran. Hasil deteksi sehubung getaran ini diperkuat kemidian disalurkan ke bagian penguat gambar (Daulay, 2012).
            Receiver digunakan untuk menangkap sinyal atau gelombang yang telah dipantulkan oleh obyek (echo). Selain menangkap gelombang, receiver juga memperkuat sinyal sebelum diteruskan ke recorder untuk diproses. Receiver juga berfungsi memilih dan mengolah sinyal yang datang.
4.  Recorder/Display Unit
http://www.simrad.com/www/01/nokbg0239.nsf/obj/BM4001B_ES60_single_beam_display.jpg/$File/BM4001B_ES60_single_beam_display.jpg?OpenElement
Gambar 5. Display unit/recorder
            Recorder berfungsi sebagai alat pencatat yang ditulis ke dalam kertas serta menampilkan pada layar display CRT (Cathoda Ray Tube) berupa sinar osilasi (untuk layar warna) ataupun berupa tampilan sorotan lampu neon (untuk echo sounder tanpa rekaman), selain itu juga dapat berfungsi sebagai pemberi sinyal untuk menguatkan pulsa transmisi dan penahanan awal penerimaan echo pada saat yang sama (Imron, 1997).
            Recorder berfungsi untuk merekam atau menampilkan sinyal echo dan juga berperan sebagai pengatur kerja transmitter dan mengukur waktu antara pemancaran pulsa suara dan penerimaan echo atau recorder memberikan sinyal kepada transmitter untuk menghasilkan pulsa dan pada saat yang sama recorder juga mengirimkan sinyal ke receiver untuk menurunkan sensitifitasnya (FAO, 1983). Recorder echosounder membuat gambar yang memperlihatkan kedalaman ikan dan dasar laut. Gambar-gambar yang dibuat akan bergambar sehelai kertas sehingga bias disimpulkan untuk dilihat kemudian (Varina et al.,2013).
            Jadi, recorder atau display digunakan sebagai penampil data hasil tangkapan sinyal dari receiver. Data atau informasi sinyal yang ditangkap kemudian diubah sehingga bisa ditampilkan dan dibaca secara langsung. Tampilan digital dari recorder atau display inilah yang bisa disimpan dan diolah untuk kepentingan yang lebih lanjut.
           
Cara Kerja Echosounder
https://identitasku.files.wordpress.com/2011/01/sss1.jpg
Gambar 6. Cara kerja Echosounder
            Ketika getaran mengenai objek maka sebagian energinya ada yang dipantulkan, dibiaskan ataupun diserap. Untuk gelombang yang dipantulkan energinya, akan diterima oleh recorder ,hasil yang diterima berasal dari pengolahan data yang diperoleh dari penentuan selang waktu antara pulsa yang dipancarkan dari pulsa yang diterima. Dari hasil ini dapat diketahui jarak dari suatu objek yang dideteksi (Dias, 2012).
            Echosounder mengukur kedalaman air dengan membangkitkan pulsa akustik pendek atau ping yang dipancarkan kedasar air kemudian mendengarkannya kembali echo dari dasar air itu. Waktu antara pulsa akustik yang dipancarkan dan kembalinya echo adalah waktu yang diperlukan gelombang akustik untuk merambat ke dasar air dan memantul kembali ke permukaan air. Dengan mengetahui waktu dan kecepatan suara dalam air, maka kedalaman dasar air dapat dihitung (Firdaus. 2008).
            Kelemahan dari echosounder jika semakin dalam laut, gambar yang dihasilkan semakin tidak jelas (tidak terlihat lebih spesifik gambar karang, ikan, kapal karam,dan sebagainya). Contoh ketika echosounder digunakan di akuarium yang berisi ikan, gambar yang dihasilkan lebih jelas, hal ini dipengaruhi oleh laut. Disamping itu mengganggu komunikasi antar hewan laut contohnya paus dan lumba–lumba. Keuntungannya dapat mengukur kedalaman laut yang disertai dengan pemetaan dasar laut, disamping itu digunakan nelayan untuk mengetahui gerombolan ikan,serta dapat mengukur suhu air pada kedalaman tertentu (Parkinson, B.W., 1996).


5.2.2        Pembahasan Target Strength
            Dari hasil perhitungan panjang ikan lele target strength ikan berukuran kecil untuk frekuensi 50 senilai -80,26 pada frekuensi 100 senilai -125,26 pada frekuensi 150 senilai -170,26 dan pada frekuensi 200 senilai 215,26. Penambahan frekuensi menyebabkan target strength semakin kecil. Pada perhitungan panjang ikan lele berukuran besar untuk frekuensi 50 senilai 79,305 pada frekuensi 100 senilai -124,305 pada frekuensi 150 senilai -169,305 dan pada frekuensi 200 senilai 214,305. Penambahan frekuensi pada target strength ikan berukuran besar juga berpengaruh pada nilai target strength dimana semakin besar frekuensi maka semakin kecil nilai target strength. Pada rata-rata perhitungan target strength ikan kecil lebih besar dari rata-rata nilai perhitungan ikan berukuran besar.
            Menurut Johannesson dan Mitson  (1983) semakin besar ukuran ikan maka semakin besar TS yang didapat. Namun pada perhitungan bertolak belakang dengan pernyataan tersebut. Hal tersebut dipengaruhi oleh orientasi ikan terhadap transducer, keberadaan gelembung renang, sudut datang pulsa, accoustic impendance, bentuk, dan elemen ikan (daging, tulang, kekenyalan kulit serta distribusi sirip dan ekor).


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
·        Bagian-bagian dalam echosounder antara lain transmitter sebagai penghasil pulsa listrik dengan frekuensi tertentu untuk disalurkan ke transducertransducer sebagai pemancar dan penerima gelombang suara serta mengubah energi listrik menjadi energi suara ataupun sebaliknya, receiver sebagai penguat sinyal listrik dari transducer sebelum dikirim ke display atau recorder, serta display atau recorder sebagai penampil data berupa gambar untuk dapat diinterpretasikan.
·         Echosounder bekerja dengan mengubah energi listrik menjadi energi suara, lalu dipancarkan oleh transducer. Ketika getaran mengenai objek, sebagian akan diserap dan sebagian akan dipantulkan. Getaran yang dipantulkan akan diterima recorder. Selang waktu antara pulsa yang dipancarkan dan pulsa yang diterima itulah yang diolah datanya.
·         Semakin besar frekuensi maka nilai target strength semakin kecil.
6.2 Saran
            Dalam praktikum Akustik Kelautan mengenai echosounder sebaiknya dilakukan di perairan laut yang sebenarnya, ataupun di perairan yang luas dan dalam serta tidak terhalang dari sinyal satelit.


DAFTAR PUSTAKA
Allo, Obed Agtapura Taruk. 2008. Klasifikasi Habitat Dasar Perairan Dengan Menggunakan Instrumen Hidroakustik Simrad Ey 60 Di Perairan Sumur, Pandeglang – Banten. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arnaya, I.N. 1991. Dasar-dasar Akustik. Diktat Kuliah Program Studi Ilmu danTeknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Budiarto, Aris. 2001. Aplikasi Split Beam Acoustic System Untuk Pendugaan Nilai Densitas Ikan di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi.  Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Daulay, Dedy. 2012. Pengenalan Alat Navigasi Electronik Di Atas Kapalhttp://bukudaulay.wordpress.com/2012/12/07/pengenalan-alat-navigasi-electronik-di-atas-kapal/. Diakses tanggal 01 Desember 2016 pukul 19.15 WIB
Deo, Johanes Pradono. 2007. Peranan Survei Hidrogafi untuk Perencanaan Lokasi Pembangunan Pelabuhan. Jurnal Spectra. 5 (10): 1-19
FAO. 1983. Introduction to Fisheries Management Advantages Distributies and Mechanisme. Rome : hlm 3-6.
Firdaus, Herli. 2008. Sistem Visualisasi Profil Dasar Laut dengan Menggunakan Echo Sounder. Tugas Akhir. Universitas Indonesia. Depok
Hermawan, Rizza. 2002. Pendugaan Densitas Ikan Dengan Sistem Akustik Split Beam Serta Hubungannya dengan Kondisi Suhu dan Salinitas di Perairan Teluk Tomini, Sulawesi Tengah. Skripsi. Insitut Pertanian Bogor. Bogor
Imron, M. 1997. Pengaruh Pemakaian Lampu Dan Rumpon Terhadap Hasil Tangkapan Jaring Insang Lingkar Yang Dioperasikan di Perairan Pelabuhan Ratu. Thesis. Program Studi Teknologi Kelautan. Program pascasarjana. IPB : Bogor
Johannesson, K. A, dan R.B. Mitson. 1983. Fisheries Acoustics: A Practical Manual for Aquatic Biomass Estimation. FAO: Roma
Kautsar et all.2013.Aplikasi Echosounder HI-Target 370 Untuk Pemeruman di Perairan Dangkal.Jurnal Geodesi. Volume 2, Nomor 4.Universitas Diponegoro:Semarang
Mac, Lenan and Simmonds.1992.Fisheries Acoustics Theory and Practice. Oxford : Blackwell Science
Noorjayantie, Roshyana Wahyu. 2009. Pengukuran Acoustic Backscattering Strength Dasar Perairan Selat Gaspar Dan Sekitarnya Menggunakan Instrumen Simrad Ek60. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Parkinson, B.W. (1996), Echosounder : Theory and Applications, chap. 1: Introduction and Heritage of NAVSTAR, the Global Positioning System. pp. 3-28, American Institute of Aeronautics and Astronautics, Washington, D.C.
Poerbandono, eka. 2005. Survei hidrografi. PT. Refika : Bandung
Robert J. Urick. 1983. “Principle of Underwater Sound”, Peninsula Publishing, Los Altos, California.
Susandi, Feri. 2004. Pendugaan Nilai dan Sebaran Target Strenght Ikan Pelagis Di Selat Makasar Pada Bulan Oktober 2003. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Urick, J. Robert.1983. Principles of underwater sound. Mc GRAW-Hill.inc
Varina, Larasati, dkk. 2013. Makalah Alat Bantu dan Alat Ukur: Alat Pengukur Kedalaman Lauthttp://varina-larasati.blogspot.com/2013/01/makalah-alat-bantu-dan-alat-ukur-alat.html. Diakses pada 01 Desember 2016, pukul 17.00 WIB.
William S. Burdic 1991. “Underwater Acoustic System Analysis”, Prentice Hall, New Jersey.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM IKHTIOLOGI SISTEM PENCERNAAN IKAN

Laporan Praktikum Koralogi